Pantas saja kita selalu merasakan kebingungan dan kebingungan. Bukan bingung dengan dosa yang telah dilakukan, atau malasnya diri dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan yang diperintahkan. Abai dan leha-leha akan kewajiban menjadi kebiasaan buruk yang seakan terus menerus menjadi adat yang melakat pada diri. Ketika kecenderungan pikiran tak lagi jernih sejernih seorang hamba yang punya tujuan hidup di dunia.
Ketika sang Empunya kuasa tidak lagi menjadi sandaran yang memenuhi memori otak. Namun hal lain yang betah dibenamkan dalam geliat pikiran, bak menerawang alam fantasi yang tak kunjung dijumpai. Akhirnya kebencian terhadap diri menjangkiti, padahal literatur nampak sejelas-jelasnya mengarahkan jalannya kehidupan. Namun penyakit yang menerpa sering menjadi alasan agar jiwa dan bahkan orang lain dipaksakan untuk memahami.
Setiap manusia tidak mungkin dapat menjalani selama perjalanan hidupnya dengan menyendiri. Sendiri menyepi memang terkadang diperlukan untuk menenangkan pemikiran. Namun jika terus menyendiri, keangkuhan diri menjadi berjalan tanpa ada koreksi. Itulah pentingya berinteraksi. Pantas saja seseorang dalam hidup memerlukan sosok yang menjadi inspirasi. Bahkan tempat untuk melabuhkan kesepian dan kerinduan atau hanya sekedar untuk MELUNAKAN KERASNYA HATI.
Karena hati yang keras akan sulit diredam dengan kekerasan atau pengacuhan. Kerasnya hati harus dilembutkan dengan kelembutan hati. Kelembutan hati itu datang dari orang yang benar-benar memahami arti kehidupan, dia adalah hamba-Nya Alloh Yang Maha Esa. Dan mengajak untuk benar-benar meluruskan arah hati kepada Dia yang Maha Lembut.
Siapapun akan merasakan kesejukan saat melihat orang yang berhati tenang, penuh senyum meski sebenarnya sedang menutupi kegalauan. Itulah sebabnya Adam ditemani dengan Hawa .
Seperti terdengarnya surat cinta untuk starla yang begitu mewakili kerasnya hati, yang kemudian dilunakan oleh ketulusan hati satarla. Seperti dua orang insan yang berlabuh sampai pelaminan dari pengalaman ketertarikan di awal mereka berjumpa. Maka pantaslah sakinah, mawadah wa rahmah diletakan kepada mereka. Jadi untuk melunakan kerasnya hati bukan berarti harus menikah. Ya menikah memang wajib. Tetapi hati yang keras memang harus dilawan dengan kelembutan.
Tengoklah seorang yang tiba-tiba luluh lantak hati kerasnya, ketika melihat seorang nenek yang sabar dan senyum padahal ia sedang kelaparan. Atau lihatlah seorang yang keras hatinya, luluh juga hatinya karena melihat ketenangan dan senyuman ikhlas dari seseorang.
Hatinya yang lembut cerminan, bahwa hati ini hidup dengan ingat pada Alloh yang Maha Hidup. Hati ini akan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Maka cara melunakan hati yang keras adalah dengan hati yang lembut dengan penuh zikir kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
0 Comments: