Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Cerita Pendek Kehidupan Orang Pantai: Memungut Kayu Bakar, Pengganti GAS Elpiji

Memungut Kayu Bakar, Pengganti GAS Elpiji 
(Oleh : Sawin Mediawan)

Tinggal di pesisir pantai tidaklah musti menjadi nelayan. Banyak juga lo yang jadi petani, pedagang, pegawai, youtuber bahkan banyak sekali yang menganggur. Mang Sai salah satunya. Ia adalah seorang yang sederhana yang tinggal di kawasan pantai Pangandaran.


Bagi Mang Sai, pantai Pangandaran banyak memberikan keberkahan tersendiri, meski ia bukanlah seorang nelayan. Jika nelayan mengambil kekayaan berupa hasil laut, kalau Mang Sai mah justeru dari limbah di pesisir pantai. Begini ceritanya ....

Pada suatu hari yang cerah, bahkan terik sekali sampe-sampe bikin gerah. Mang Sai pulang narik becak. Namun bukannya senang yang didapat saat ia pulang dan membawa sedikit uang hasil mengasuh becanya, melainkan hanya capek saja yang didapatkan karena saat itu pantai Pangandaran lagi sepi.

Mang Sai: "Nek jaman  berjuang ... nana .. nana..."
(bernyanyi sambil menggayuh becak tuanya).
Sambil mengusap keringat di keningnya, sampailah ia di depan rumah. Anak laki-lakinya sudah lama menunggu, untuk meminta uang jajan. Dengan tegarnya Mang Sai tersenyum berat.

Ade: "Hore..! Bapak pulang... Hore...! Pak minta uang pak, ade mau es krim"
Mang Sai: "Ade..., mau es krim ayo beli"

Digendonglah anak laki-laki satu-satunya itu menuju warung disamping rumahnya. Ade pun sangat senang dengan es krim yang diberikan Bapaknya.

Tak lama kemudian, Mang Sai duduk di kursi reyot yang ada di depan rumah mungilnya. Maklum mengayuh becak seharian cukup menguras tenaga, apalagi hasilnya yang zonk membuat badan semakin lemas. Untung saja ia masih punya sedikit uang untuk sekedar jajan anak nya.

Mang Sai : "Aduh capek pisan euy.., istirahat dulu ah"
(sambil berbaring diatas kursi reyot miliknya)

Namun baru saja tubuhnya menempel di bangku reyot itu, ia dikejutkan oleh istrinya yang memanggil.

Bi Sai : " Bapana! Ini gas sudah hampir habis, beli dulu pa sana!"
Mang Sai : "O iya siap-siap Mah"
(sambil memeriksa isi dompetnya)
Mang Sai : "Astaghfirullah, tinggal 15.000, dipastikan tidak akan cukup ini mah"
Bi Sai : "Gimana pa?" (mengerti bahwa keuangan Mang Sai kurang) "Ya udah pa... nyari kayu bakar aja tuh ke sisi laut, supaya hemat."

Seperti mendapatkan angin yang segar, inspirasipun muncul di diri Mang Sai. Tersenymlah ia kembali.
Mang Sai : "Oh.. iya ya, siap lah. Sekarang bapak mau bersiap ke sisi laut Pangandaran".

Niat untuk melepas lelah pun ia tinggalkan, Mang Sai bergegas menuju dapur untuk mencari golok. Karena lelah ia sempat lupa dimana golok itu disimpan. Cukup lama ia mutar-muter di sekeliling dapur untuk mecari sebuah golok.

Mang Sai : "Wuh... ari golok teh dimana ya? Sepertinya disini kok nggak ada." "Disini, disini, disitu..."

Mang Sai pun duduk dulu, sambil minum seteguk air. "Sruput...ah, segernya." Ia pun memusatkan konsentrasi dan memusatkan pikirannya kapan waktu ia menyimpan golok sebelumnya. Sekitar lima menit, ia baru ingat bahwa goloknya disimpan di kadang kayu bakar. Akhirnya ia pun bergegas ke belakang rumahnya, didapatilah sang golok tersebut terayun di sarungnya. "Wah ... ini yang aku cari ni..."

Segeralah Mang Sai mengambil golok tersebut dan diikatkanya di bagian pinggang. Kemudian bergegas menuju pantai Pangandaran dengan mengendarai sepeda.

***
Pantai Pangandaran merupakan pantai yang sangat Indah, namun di beberapa sudutnya yang bukan tempat untuk berwisata banyak ditempukkan limbah-limbah sampah. Limbah sampah tersebut didominasi oleh plastik. Selain plastik ada juga barang bekas rumah tangga, seperti pakaian, kasur dan lainnya. Selain limbah tersebut ada juga limbah yang berupa, kayu-kayuan, ranting-ranting pohon, buah kelapa dan macam-macam kayu bakar lainnya.

****
Sampailah Mang Sai di pinggir pantai Pangandaran, di bagian timur. Bagian pantai ini bukanlah lokasi obyek wisata. Jika di obyek wisata Pantai Pangandaran, kebersihan pantainya sudah mulai terjaga dengan adanya para petugas dari kebersihan, bahkan banyak juga para relawan yang ikut serta membersihkan sampah yang ada di lokasi tersebut. Namun di bagian timur, pantai yang hanya dikunjungi oleh penduduk sekitar saja, masih banyak tumpukan limbah sampah. Disinilah Mang Sai memungut dan memilah kayu bakar untuk dijadikan bahan bakar memasak.

Mang Sai : "Seandainya, saya bisa mendapatkan hasil yang besar mungkin saya tidak perlu memungut sampah di laut ini. Tapi ya kepriwe maning, kumaha deui"

Satu-persatu ia  punguti kayu-kayuan di pantai tersebut, sambil melepas lelah ia nyanyikan lagu campur sari. "Lir.. lir .. ilir...tandure wis sumiler ta ijo royo royo tandane temanten anyar"

Kayu bakar yang sudah dipilih, lalu ditumpuk di bagian terpisah di tempat yang cukup bersih. Setelah cukup banyak barulah dimasukan ke dalam karung atau diikat.

Mang Sai : "Nah ini nih, yang paling bagus buat kayu bakar."  " Ini pantai kok sangat tercemar, andai saja para penduduk tidak membuang sampah-sampah ini ke sungai atau ke laut, mungkin pantai ini akan sangat bersih. Ikan-ikan akan hidup dengan nyaman, tanpa harus kena polusi dari limbah ini terutama plastik. Plastik kan susah untuk hancur. Kalo dimakan ikan kasian tuh ikan. Apalagi nelayan, sering ketipu. Dikira beratnya jaring karena dapat ikan, eh taunya malah dapat ginian, sampah plastik.." gumam Mang Sai.

Semilir angin laut, membuat tubuh lelah Mang Sai seakan kembali mendapatkan energi baru untuk kembali pulih. Namun teriknya matahari di pinggir pantai membuatnya haus. Ia pun segera menghampiri sepedanya untuk mengambil air minum.

"Haus pisan ini euy..', sepertinya di sepeda bawa air minum." sampailah ia di depan sepedanya. Namun apa yang terjadi? Ternyata ia lupa bawa minum. "Wah... klalen maning aku, lupa lagi, minum air laut yang asin mana mungkin, malah tambah haus. "Ya sudah lah pulang dulu."

Karena rasa haus, dan memang kayu bakar yang didapatkan sudah cukup untuk sekedar memasak satu dua hari. Mang Sai pun segera berkemas. Ranting-ranting kayu yang sudah dikumpulkan kemudian diikat dan dimasukan ke dalam karung. Setelah itu digotong dan dinaikan ke atas sepeda.

Mang Sai pun pulang dengan membawa hasil sampah laut, yaitu kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kayu yang dibawa dengan sepeda tersebut diikat dibagian belakang yaitu di boncengan. Terkadang hanya disimpan saja, sehingga tangan kanan memegang setang sedangkan tangan kirinya memgang kayu di belakang. Begitulah Mang Sai mendapatkan kayu bakar, tidak perlu pergi jauh ke hutan melainkan cukup saja datang ke pinggir pantai Pangandaran, Jawa Barat.

Saat sampai di rumah, diturunkannyalah kayu bakar tersebut. "Bruk..." terdengar suara kayu yang terikat jatuh menimpa tanah.

Mang Sai: "Mah.. ini sudah nih... kayu bakarnya. Cukuplah untuk satu dua hari."
Bi Sai : " Oh.. iya pa"

Akhirya dibawalah kayu-kayu itu ke dapur, kompor gas yang biasa digunakan sementara istirahat dulu. Hawu atau kompor tradisional pun menyala dan siap untuk memasak air dan lainnya.

Bagi Mang Sai hari esok ia bisa mendapatkan rezeki yang lebih banyak, agar ia dapat membeli kebutuhannya. Tentu kebutuhannya bukan hanya sekedar membeli gas saja, tapi kebutuhan-kebutuhan lainnya yang menanti dan selalu menunggu selalu berharap kepada kerja kerasnya sebagai seorang kepala keluarga.

Sobat, sementara itulah cerita kehdupan di pantai Pangandaran pada episode kali ini. Ingin rasanya saya memuat cerita di atas dalam sebuah Film Pendek. Namun karena masalah peralatan dan pemeran saya harus lebih bekerja lebih keras dan menabung untuk mengumpulkan pengadaan peralatan tersebut. Namun jika sobat berminat untuk membantu saya sobata dapat menghubungi saya di blog ini atau di channel yang saya bangun di Pangandaran Info Asyik YouTube. Link https://www.youtube.com/channel/UCY1-6z977-jTHXeKck0VKKg.




Post a Comment

2 Comments